Permasalahan Sosial Menurut Pandangan Konstruksionis

Secara umum, permasalahan sosial terkait dengan ketidaksesuaian antara harapan atau keinginan masyarakat dengan kenyataan atau fakta yang terjadi. Masyarakat mengharapkan kondisi sosial aman tetapi timbul kekacauan; jadi kekacauan adalah masalah sosial. Masyarakat Jakarta menginginkan lalu lintas lancar tetapi nyatanya kemacetan terjadi di mana-mana; jadi kemacetan adalah masalah sosial. Pada kesempatan ini AquGuru akan memaparkan apa itu permasalahan sosial. Fokus utama bahasan ini adalah apa itu permasalahan sosial menurut pandangan konstruksionis.

Aksi Protes memperlihatkan adanya permasalahan sosial yang harus diperhatikan masyarakat terutama aparatur pemerintah
Permasalahan Sosial terkait erat dengan upaya membangun opini dan mempersuasi massa


Permasalahan Sosial Bukan Penyimpangan Sosial

Materi "Permasalahan Sosial" dalam buku Sosiologi Kelas XI cetakan oleh sebuah penerbit buku pelajaran terkemuka meresahkan kami sebagai guru Sosiologi. Pasalnya, buku itu terkesan mengambil beberapa materi Penyimpangan Sosial yang dipelajari peserta didik di kelas X dan dipaste di materi Permasalahan Sosial.

Ini tentu saja membingungkan siswa dan berpotensi berbahaya menciptakan kesalahan konseptual terkait dengan kedua tema ini.

Tegas ya, walaupun memiliki hubungan, Permasalahan Sosial dan Penyimpangan Sosial tetap adalah adalah dua hal yang berbeda.

Permasalahan Sosial

Permasalahan Sosial terkait dengan perbedaan opini dan cara individu atau kelompok melihat sebuah fenomena sosial. Sebuah fenomena sosial tertentu bisa dilihat dan dinilai secara berbeda bahkan bertentangan oleh anggota dari masyarakat yang sama.

Misalnya fenomena kemacetan lalu lintas di Jakarta. Bagaimana masyarakat menilai fenomena itu? Penilaian atas fenomena itu itu bisa dibagi atas dua kelompok; pertama, ada yang memakluminya. Kedua,  ada yang mempermasalahkannya.

Bagi yang memaklumi kemacetan lalu lintas Jakarta: Mereka melihat kemacetan lalu lintas itu sebagai fenomena yang umum terjadi. Mereka cenderung menerima begitu saja sebagai suatu fakta sosial. Kepadatan penduduk, tingkat kepemilikan kendaraan pribadi serta mobilitas antar wilayah dianggap sebagai penyebab langsung bisingnya lalu lintas Jakarta.

"Hari gini menginginkan Jakarta ga macet? Mimpi kali yah," adalah ungkapan yang sering warga Jakarta dengar bila ada orang yang mengeluh soal kemacetan kotanya.

Bagi yang mempermasalahkan kemacetan lalulintas Jakarta: Mereka melihat fenomena kemacetan itu sebagai fakta sosial yang menimbukan kerugian di bidang-bidang sosial yang lain. Kemacetan itu menyebabkan kerugian ekonomis akibat perlambatan kinerja bagi individu yang terjebak kemacetan sehingga berpengaruh pada produktivitasnya dan pemborosan pemakaian energi. Kemacetan itu juga menyebabkan peningkatan gas buangan CO2 yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan secara simultan menyebabkan berbagai masalah ekologis.


Penyimpangan Sosial. 

Terhadap fenomena Penyimpangan Sosial, hampir semua individu dan kelompok memiliki kesepakata untuk melihat dan memperlakukannya sebagai sebuah fakta sosial yang tidak baik. Dipandang tidak baik karena fakta itu tidak sesuai bahkan bertentangan dengan nilai dan norma sosial yang ada.

Karena dinilai tidak baik, penyimpangan sosial harus dicegah sebelum terjadinya. Bila terjadi, perilaku penyimpangan sosial dikenakan hukuman yang sudah disepakati masyarakat baik secara tertulis ataupun secara tidak tertulis.


Hubungan Antara Permasalahan Sosial dan Penyimpangan Sosial

Permasalahan Sosial dan penyimpangan sosial juga memiliki hubungan. Ada fakta sosial yang hari ini dikategorikan sebagai penyimpangan sosial, pada masa lalu dianggap sebagai perilaku sosial yang biasa atau bahkan sebuah kebanggaan.

Pada masa lalu, fenomena sebuah bangsa menjajah bangsa lain dilihat sebagai perilaku yang biasa. Bahkan negara-negara Eropa melihat jumlah bangsa jajahan sebagai sebuah simbol status; makin banyak bangsa yang dijajah, makin tinggi pula status bangsa penjajah tersebut.

Namun, dewasa ini bila masih ada bangsa yang menjajah bangsa lain, maka bangsa tersebut akan dicap sebagai bangsa bar-bar, jahiliah, tidak beradab dan sudah pasti dikucilkan dari pergaulan internasional.

Pada masa lalu, perbudakan manusia dilihat sebagai perilaku yang biasa. Di banyak tempat ditemukan pasar jual beli budak untuk dijadikan properti pribadi. Namun dewasa ini, human trafficking bukan saja dipandang sebagai penyimpangan sosial biasa tetapi sebagai sebuah kejahatan yang serius.

Contoh kasus penjajahan dan perbudakan memperlihatkan adanya hubungan yang erat antara permasalahan sosial dengan penyimpangan sosial. Sebuah fakta permasalahan sosial bisa berubah menjadi penyimpangan sosial lewat pembentukan opini dan konstruksi sosial.


Permasalah Sosial Secara Umum

Aksi protes menuntut agar sebuah fenomena harus dipandang sebagai permasalahan sosial
Pemerkosaan; ada yang melihatnya sebagai masalah serius, ada juga yang melihatnya sebagai masalah privat. Butuh konsturksi opini masyarakat agar masalah ini akhirnya diterima sebagai masalah sosial bahkan sebagai kejahatan sosial


Secara umum, masalah sosial bisa diartikan sebagai kondisi atau perilaku sosial yang memiliki dampak negative bagi sejumlah besar orang dan umumnya diakui sebagai kondisi atau perilaku yang harus ditanggapi.

Problemnya, apa ukuran umum yang dapat dipakai untuk menetapkan sebuah kondisi atau perilaku bisa dikategorikan sebagai masalah sosial?

Suatu kondisi atau perilaku bisa dinilai secara berbeda. Ada yang melihatnya sebagai sebuah masalah, tapi ada juga yang melihat sebagai hal yang biasa saja. Contohnya adalah perspektif orang tentang pemanasan global. Meskipun ilmuwan iklim mengatakan bahwa pemanasan global ( akibat akumulasi karbon monoksida dari sisa bahan bakar fosil yang digunakan manusia, adalah masalah yang nyata dan serius, tetapi hanya 64% penduduk Amerika Serikat memandangnya sebagai masalah sosial. Selebihnya tidak menganggapnya sebagai masalah sosial.

Perbedaan perspektif ini memperlihatkan bahwa satu kondisi atau perilaku tertentu yang oleh orang atau kelompok tertentu dianggap sebagai masalah sosial, oleh orang atau kelompok lain tidak dianggap sebagai masalah sosial.

Perbedaan perspektif ini memperlihatkan adanya komponen subjektif dari definisi masalah sosial itu sendiri. Perlu dikembangkan sebuah perspektif umum atau objektif agar suatu kondisi atau perilaku dianggap sebagai masalah sosial.

Yang dimaksudkan dengan komponen objektif dari permasalahan sosial adalah adanya bukti empiris atau fakta yang sebenarnya sebagai konsekwensi negative dari suatu kondisi atau perilaku sosial. Sedangkan komponen subjektif suatu permasalahan sosial adalah persepsi atau penilaian bahwa konsekwensi negative tersebut memang merupakan sebuah masalah yang harus ditangani.

Komponen objektif dan subjektif ini, sebetulnya memperlihatkan kepada kita adanya perbedaan persepsi, pandangan dan penilaian terhadap sebuah fakta yang sama. Contoh, kemacetan lalu lintas di Jakarta yang memaksa penduduknya harus lebih lama berada di jalanan adalah sebuah fakta. Kemacetan itu membawa berbagai dampak negatif. Inilah yang disebut dengan komponen objektif.

Kemacetan lalu lintas itu bisa dipandang sebagai sebuah kewajaran karena memang Jakarta adalah kota megapolitan. Tetapi ada juga yang melihat bahwa kemacetan lalu lintas itu adalah sebuah masalah. Inilah yang disebut dengan komponen subjektif.


Pandangan Konstruksionis Tentang Masalah Sosial

Kasus ini memperlihatkan adanya kesulitan untuk mencapai kesepakatan umum yang melibatkan banyak anggota masyarakat terkait penetapan sebuah kondisi atau perilaku agar dapat dianggap sebagai masalah sosial.

Harus ada upaya agar suatu kondisi atau perilaku dipandang sebagai masalah sosial. Kaum konstruksionis sosial berpendapat bahwa suatu kondisi atau perilaku harus dikonstruksi agar dipandang sebagai masalah sosial.

Bila di Indonesia, para anggota DPR masih belum melihat kekerasan seksual sebagai sebuah masalah itu tidak ada salahnya juga. Mengapa? Karena kekerasan seksual di Indonesia masih dilihat sebagai urusan privat dan korbannya cenderung menutupinya karena merasa malu.

Pada masa lalu, situasi yang sama pernah dialami masyarakat Amerika. Tindakan kekerasan seksual terhadap perempuan sangat umum terjadi di Amerika sebelum tahun 1970-an. Meskipun kadang-kadang pelakunya dituntut, kekerasan seksual diabaikan oleh pembuat kebijakan hukum, kurang mendapatkan perhatian dalam kajian akademis dan tidak menarik bagi pembuat berita surat kabar. Banyak orang berpikir bahwa pemerkosaan dan kekerasan seksual hanyalah sebuah kejadian yang sifat aksidental ( Allison & Wrightsman, 1993 ). Jadi, meskipun secara fakta terjadi kekerasan, tetapi tidak dianggap sebagai masalah sosial.

Baru ketika gerakan perempuan kontemporer pada akhir tahun 1970-an berjuang menempatkan pemerkosaan dan kekerasan seksual sebagai kejahatan serius dan merupakan manifestasi ketidaksetaraan perempuan, pandangan masyarakat mulai berubah. Masyarakat mulai menempatkannya sebagai kejahatan dan para pembuat kebijakan hukum baru mulai memperhatikannya secara serius. Saat itulah kekerasan seksual baru menjadi masalah sosial.

Pandangan kaum konstruksionis sosial memicu sebuah pertanyaan penting: Kapan sebuah kondisi atau perilaku menjadi masalah sosial? Ada dua versi jawaban atas pertanyaan ini. Pertama, beberapa sosiolog berpendapat bahwa sebuah kondisi atau perilaku bukanlah sebuah masalah sosial kalau tidak diatur oleh pembuat kebijakan dan tidak diakui oleh sejumlah besar warga. Sementara para sosiologi yang lain mengatakan bahwa suatu kondisi atau perilaku kalau menimbulkan dampak negative, harus dianggap sebagai masalah sosial walaupun tidak mendapatkan perhatian dari pembuat kebijakan dan sejumlah besar warga.

Menjadi jelas, seperti pandangan konstruksionis sosial, bahwa persepsi memainkan peranan penting dalam menentukan sebuah kondisi atau perilaku menjadi masalah sosial.



Tahap Perkembangan Masalah Sosial

Percepatan pencairan es di kutub akibat pemanasan global belum dianggap sebagai permasalahan sosial oleh banyak pihak
Walaupun pemanasan global telah menyebabkan pencairan es di kedua kutub bumi tetap tidak dianggap sebagai permasalahan sosial yang mesti dicarikan solusinya


M. Spector dan JI. Kitsusi ( 2001 ) menegaskan bahwa suatu kondisi atau perilaku berkembang menjadi masalah sosial lewat beberapa tahap:


1. Tahap Kemunculan dan Pembuatan Klaim

Masalah sosial muncul ketika entitas sosial ( kelompok pendukung perubahan sosial, media atau politisi berpengaruh ) mulai tertarik pada suatu kondisi atau perilaku yang dianggap tidak diinginkan sehingga harus segera diperbaiki. Untuk itu, mereka mulai mempengaruhi persepsi publik tentang hal itu dan kemungkinan dampaknya kalau tidak segera ditangani. Tidak semua usaha itu bisa meyakinkan publik. Tetapi jika berhasil, maka akan beranjak ke tahap berikut.

2. Tahap Legitimasi

Begitu berhasil meyakinkan publik bahwa kondisi atau perilaku itu harus dipandang sebagai masalah sosial, biasanya mereka akan mencoba membujuk para pembuat dan pelaksanan kebijakan untuk mengambil tindakan untuk mengatasi kondisi atau perilaku tersebut. Untuk lebih meyakinkan, biasanya disertakan bukti-bukti berbasis penelitian untuk melegitimasi klaim mereka di hadapan pelaksana kebijakan ( pemerintah ) sehingga pemerintah semakin yakin bahwa itu memang masalah yang harus diselesaikan.

3. Tahap Penekanan Klaim

Walaupun pelaksana kebijakan ( pemerintah ) sudah benar-benar menangani masalah tersebut, kelompok pembuat klaim akan terus melakukan tekanan dan pengawasan. Sangat mungkin pada tahap ini terjadi ketegangan atau konflik antara mereka dengan pelaksana kebijakan terkait dengan target klaim yang telah dibuat.

4. Pengembangan Strategi Alternatif

Meskipun pemerintah dan unsur terkait sudah menanggapai klaim mereka secara serius, tetap saja mereka mengklaim bahwa apa yang sudah dilakukan tidak sesuai dengan tuntutan awal, sehingga mereka mereka mengembangkan strategi yang lain sebagai alternatif terhadap strategi pelaksana kebijakan.


Penutup Permasalahan Sosial

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan sosial mengacu pada kondisi objektif sebuah fakta sosial yang benar-benar terjadi.

Namun fakta itu bisa dipersepsi secara berbeda oleh anggota masyarakat; ada yang menganggapnya sebagai suatu masalah yang mengganggu sehingga harus diperbaiki. Tetapi ada juga yang melihatnya sebagai sesuatu yang wajar, biasa dan diterima begitu saja. 

Dalam pandangan konstruksionis, permasalahan sosial merupakan hasil konstruksi atau bentukan yang melewati beberapa tahap sampai benar-benar diterima sebagai permasalahan sosial.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url