Warloka – Menyingkap Tabir Asal-Usul Manusia Flores

Semua orang Flores tahu tentang Pulau Komodo. Tapi tidak semua tahu bahwa di pulau Komodo jejak peradaban manusia modern yang merupakan nenek moyang seluruh suku Flores tersembunyi di sana. Sesungguhnya,  Taman Nasional Komodo ( TNK ) bukan hanya rumah bagi hewan purba Komodo Dragon. Keberadaan situs megalitikum Warloka yang berada di TNK menyingkap sedikit tabir tentang asal-usul keberadaan manusia modern di Flores seperti yang dikemukakan teori Out of Africa. Sangat mungkin, Warloka adalah pintu masuk migrasi manusia modern ke pulau Flores hingga ke Australia dan Pasifik. Maka tidak berlebihan bila AquGuru memberi judul tulisan ini, "Warloka - Menyingkap Tabir Asal-Uusul Manusia Flores.

situs megalitikum warloka bukti perjalanan manusia modern memasuki Flores
Situs megalitikum ( dolmen dan menhir ) di Warloka sama persis dengan situs megaliticum yang tersebar di kampung-kampung tradisional di Flores



Warloka Taman Jurasic Manusia Modern di Flores

Tidak semua orang tahu tentang Warloka. Namun dari sisi antropologis, Warloka merupakan  objek penting untuk memahami keberadaan suku-suku yang mendiami Pulau Flores.

Saat menyaksikan altar batu dan menhir yang sudah tumbang di sampingnya, saya langsung teringat pada objek yang sama yang sering saya saksikan di kampung-kampung tradisional yang masih terawat baik hingga sekarang di Ngada. 

Bisa dipastikan bahwa Warloka adalah bekas pemukiman manusia modern dalam migrasi nomaden mereka dari Afrika menuju ke seluruh dunia, termasuk ke Flores dan seterusnya.

warloka sebagai tempat tinggal manusia modern dalam arus migrasi nomaden ke seluruh dunia
Warloka, tempat tinggal nenek moyang manusia modern dalam migrasi nomaden ke seluruh dunia, termasuk ke Flores.

Warloka semestinya menyadarkan semua suku yang mendiami pulau Flores, bahwa apapun suku, agama dan budayanya, orang-orang Flores berbagi asal-usul yang sama. Mereka adalah satu darah dari satu nenek moyang yang sama. 

Realitas perbedaan yang ada sekarang terutama disebabkan oleh karena jarak, kondisi  geografis dan berbagai penghalang lain yang menyebabkan putusnya interaksi antar sesama saudara satu keturunan dalam waktu yang lama. Dalam rentang waktu itu, mereka akhirnya semakin berbeda karena usaha mengadaptasikan diri dengan lingkungan fisik tempat tinggal mereka. 



Misteri Penuh Pesona

Warloka hanyalah sebuah desa nelayan yang belum banyak tersentuh pengaruh modernisasi. Namun tempat ini memiliki misteri penuh pesona dan menjadi objek studi antropologis sejak 70 tahun yang lalu.

Misteri dan pesona itu terkait dengan keberadaan situs arkeologis megalitikum. Pada masa  lampau, daerah ini adalah tempat tinggal manusia modern yang menandai masuknya peradaban homo sapiens ke Flores.  Berdasarkan kisah-kisah dongeng pada penduduk setempat, momentum ini pula menjadi awal "konflik"  antara manusia modern dengan hobbit, manusia purba kerdil Homo Floresiensis yang fosil dan artefaknya  ditemukan di Flores  barat, mulai dari Liang Bua di Manggarai Tengah hingga Soa di Kabupaten Ngada. 

Keberadaan manusia purba Flores ini, oleh masyarakat lokal, masih terpelihara secara baik lewat ceritera rakyat Ego Gogo di Manggarai atau Ybu Ngiu di daerah Ngada. 

Sebagai situs arkeologis, Warloka sudah lama dikenal secara terbatas oleh komunitas ilmiah. Dimulai dari ekspedisi pertama yang terdiri dari beberapa misionaris SVD yang berkedudukan di daerah misi Flores. 

Dalam Buku Pedoman Museum STF-TK Kampus Ledalero - Flores, tertulis  bahwa lawatan pertama terjadi pada bulan Agustus 1950. Teamnya terdiri dari pastor Dr. Th. Verhoeven, SVD, Uskup Mgr. van Bekkum, SVD dan Pastor Mommersteeg, SVD. Dengan berjalan kaki dari Labuan Bajo, mereka tiba di kampung Warloka setelah 4,5 jam. Di kampung itu mereka menemukan satu tempat bekas kampung (bandar ) lama bernama Berloka (orang setempat lazim menyebut Werloka) yang kaya akan sisa-sisa kebudayaan megalithikum, atau kebudayaan batu besar.



tulang belulang manusia warloka yang ditemukan di area situs warloka
Tulang belulang manusia yang ditemukan dalam penggalian situs Warloka

Setahun kemudian, pada bulan Juli 1951, Misi SVD mengirimkan lagi satu ekspedisi ke Manggarai Barat umumnya dan Warloka khususnya bersama beberapa siswa seminari Mataloko. Mereka melakukan penggalian sistematis di Liang Momer dan Liang Panas dekat Labuan Bajo. Dari penggalian itu ditemukan peralatan batu, tengkorak dan tulang-tulang manusia. Dipastikan itu adalah tengkorak dan tulang manusia Proto Negrito. Ciri khas Proto Negrito adalah tinggal di gua, makan buah-buahan, akar-akaran dan hasil buruan. 

Penelitian ilmiah terakhir dilakukan oleh ekspedisi dari Universitas Gajah Mada. Mereka melakukan penggalian di Warloka dan menemukan kerangka seorang wanita yang dikuburkan bersama dengan beberapa properti sebagai bekal arwah wanita tersebut. Sayangnya,  hingga kini belum ada publikasi massa terkait penggalian  itu.

Terkait dengan eksistensi Warloka yang amat penting, amat baik kalau kita “merasakan” pengalaman seorang wartawan, Hendrik Hadi yang pernah datang ke sana seperti yang ia tuangkan majalah Vox Seri 20/5/1973:
 
“Hari itu tanggal 21 Juli 1973. Tepat jam 15.00. Wit. Aku duduk. Dengan agak relaks. Beralaskan rerumputan. Di pinggir hutan nan rindang. Di atas puncak Werloka di lepas pantai barat Flores” (hlm.5).
Dari lokasi barang-barang kuno tampaklah sejauh mata memandang ke arah barat. “Pandangan kami terpancang pulau-pulau ke arah barat. Di sebelah kiri dan kanan, diantara pohon-pohon rindang bersemak yang barusan kulalui tadi, berserakan puluhan balok-balok besar yang panjangnya kurang lebih 4 m sampai dengan 5 meter” (hlm.6).

“Tiang-tiang dari balok-balok batu itu, terdapat dalam wilayah seluas sekitar 3 kilometer persegi sekitar sini. Puluhan balok berserakan dengan panjang kurang lebih 4 m hingga 5 m. Di atas puncak bukit di sana (sebelah kiriku, ada sebuah meja batu, di pulau Rinca di bawah sana, terdapat pula tiang dan balok batu seperti ini, juga di sana, di bukit di bawah sana ( ke kanan ) terdapat pula batu-batu seperti ini”, demikian keterangan bapak Willem Waku pada 39 tahun lampau.

Dua buah tiang dari batu, berbentuk seperti tiang kayu, sedang berdiri miring, tumbuh berdiri kokoh di atas tanah berkerikil yang keras. Keempat sisinya masing-masing licin bak diskap, dan bagian atasnya masing-masing berbentuk seperti sebuah ujung sebuah tiang kayu persegi empat. Posisi artefak-artefak yang berserakan di situ memberikan kesan seolah sedang ada persiapan membangun rumah baru.”



artefak yang ditemukan dalam penggalian di situs warloka
Artefak yang ditemukan dalam penggalian situs Warloka

Berdasarkan deskripsi Hendrik Hadi di atas, dapat kita simpulkan bahwa Warloka bahkan hingga Pulau Rinca adalah sebuah area situs purbakala manusia modern masa megalitikum. 

Dalam periodesasi persebaran manusia, penganut budaya megalitikum ini dikenal sebagai ras Austronesia. Peninggalan budaya megalitikum berupa menhir, dolmen, tabular batu, patung batu, dan sebuah struktur mirip piramida bernama Punden Berundak di beberapa situs sekitar Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan kepulauan Sunda Kecil.

Dari penggalian ekspedisi pertama dan kedua yang dilakukan Misi SVD ditemukan beberapa peninggalan terpenting; di antaranya Porselin Tiongkok yang terdiri dari piring, buyung dan cangkir yang berasal dari Zaman Yung 960-1279, yang ditemukan di kuburan Rinca dan Warloka. Bersama porselin terdapat pula mata uang. Selain itu, ditemukan pula alat-alat batu dari zaman batu tua dan batu tengah yang ditemukan di dua buah bukit di Warloka dan sebuah bukit di pulau Rinca.

Dari berbagai Sumber. 
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url