Kemajemukan Sosial, Realitas Struktur Sosial Masyarakat Indonesia



Masyarakat Indonesia memiliki struktur yang sangat heterogen. Dari sisi diferensiasi, ada perbedaan ras, etnis, agama, pekerjaan. Secara stratifikasi, terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Sudah sejak dahulu, sebelum NKRI terbentuk, masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk karena terbangun di atas banyak perbedaan. Dalam postingan ini, tempatguru mempresentasikan Kemajemukan Sosial, Realitas Struktur Sosial Masyarakat Indonesia. 

Letak Mesjid Istiqlal yang berdekatan dengan Gereja Katedral memperlihatkan kemajemukan agama di Indonesia umumnya dan Jakarta khususnya
Wajah Indonesia yang majemuk bisa terlihat dari perbedaan agama yang dianut bangsa ini  




Pandangan Tentang Kemajemukan Masyarakat


Pierre Van de Bergh

Pierre Van de Bergh, seorang sosiolog dan antropolog Belgia ( 1933-2021 ) yang mempelajari masyarakat majemuk, mengidentifikasi beberapa karakteristik yang terkait dengan masyarakat tersebut. Beberapa karakteristik tersebut adalah: 
  1. Tingkat heterogenitas yang tinggi, yaitu adanya keragaman yang sangat besar dalam masyarakat majemuk baik dari segi etnis, ras, budaya, agama, dan lain sebagainya.
  2. Adanya kesadaran identitas kelompok yang kuat dan diakui oleh anggota kelompok tersebut.
  3. Masyarakat majemuk seringkali memiliki pola-pola hubungan sosial yang terpisah antar kelompok atau disebut dengan sebutan segregation.
  4. Adanya perlakuan diskriminatif atau merendahkan terhadap kelompok minoritas dalam masyarakat majemuk.
  5. Terdapat ketegangan antar kelompok yang seringkali bersifat struktural karena perbedaan status sosial, ekonomi, dan politik antar kelompok.
  6. Masyarakat majemuk seringkali mengalami konflik antarkelompok yang bersifat politis, ekonomis, atau sosial.
  7. Kelompok-kelompok dalam masyarakat majemuk seringkali membentuk organisasi atau lembaga sendiri untuk mempertahankan kepentingan dan identitas kelompok mereka.

J.S. Furnivall dan Clifford Geertz

Tahun 1939, seorang cendekiawan Inggris yang bernama J.S. Furnivall ( 1878-1960, menyebut  masyarakat Hindia Belanda ( Indonesia ) sebagai masyarakat majemuk, yaitu masyarakat yang terdiri dari kesatuan-kesatuan sosial ( budaya ) sedemikian sehingga anggota masyarakatnya kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan, bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain.


Pandangan Furnivall tersebut dipertegas lagi oleh Clifford Geertz. Geertz mengatakan bahwa sebagai masyarakat yang majemuk, masyarakat Indonesia terbagi dalam subsistem-subsistem yang kurang lebih berdiri sendiri, di mana tiap-tiap subsistem terikat oleh unsur-unsur yang bersifat primordial.




Kemajemukan Masyarakat Indonesia


Secara historis, Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Realitas ini sudah terbentuk sejak dahulu kala, ketika manusia modern datang secara bertahap dan mulai mendiami kawasan nusantara ini. 
Kemajemukan masyarakat Indonesia sangat  terkait dengan kondisi internal bangsa Indonesia sendiri, yaitu:

a. Keadaan Geografis Indonesia.

Aneka busana adat dalam gambar memperlihatkan kemajemukan budaya masyarakat Indonesia
Keberagaman suku-suku Indonesia melahirkan filosofi "Bhineka Tunggal Ikka" 
image: adobomagazine.com


Indonesia adalah Negara kepulauan, karena ada sekitar 16.771 pulau yang membentuk Negara ini. Secara ras, mayoritas masyarakat Indonesia adalah ras Malayan Mongoloid . Ras ini berasal dari Yunan, yaitu sebuah wilayah dari Tiongkok Selatan. Ras ini melakukan migrasi ke kepulauan Nusantara dalam dua gelombang, yaitu gelombang pertama – Proto Melayu dan gelombang kedua – Deutero Melayu. 

Begitu sampai di kepulauan Nusantara mereka menyebar dan mendiami pulau-pulau di nusantara ini. Karena keadaan geografis yang terdiri dari ribuan pulau itu serta terisolasi secara regional satu sama lain, secara perlahan, mereka mengembangkan pola perilaku dan kebudayaan yang berbeda-beda antar wilayah atau antar daerah, sehingga timbullah kesatuan-kesatuan etnis atau suku dengan budaya yang berbeda. 

Menurut Sutan Takdir Alisyahbana, kepulauan nusantara ini ( Indonesia ) didiami oleh sekitar 200 – 250 suku bangsa. Dengan demikian, kemajemukan suku atau etnis di Indonesia ( antar pulau dan antar daerah ) disebabkan karena keadaan geografis Indonesia yang terisolasi dalam 13.600 pulau.



b. Letak yang Strategis dan Kekayaan Alam.


Kepulauan Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera. Sepanjang sejarah, perjalanan laut antara barat dan timur harus menyinggahi Indonesia. Selain itu, kepulauan Nusantara juga sangat kaya dengan rempah-rempah yang sangat dicari oleh orang-orang India dan orang Eropa. 

Kedua hal ini menyebabkan sepanjang sejarah,  kepulauan Nusantara menjadi tempat persinggahan sekaligus tempat tujuan bangsa-bangsa dari luar. Bangsa-bangsa itu membawa pula pengaruh budaya mereka dan diterima secara baik oleh penduduk asli. Salah satu budaya bangsa asing itu adalah agama. 

Itulah sebabnya kita menemukan agama-agama besar berkembaang di Indonesia. Sejak 400 tahun SM orang-orang India dan Tiongkok membawa pengaruh agama Hindu dan Budha. Abad ke-13, agama Islam masuk ke Indonesia lewat para pedagang dari Gujarat. Lalu abad ke-15 masuk agama Katolik yang dibawa oleh orang-orang Portugis dan abad ke-16 agama Protestan masuk pula ke Indonesia karena dibawa oleh bangsa Belanda. Selain itu agama-agama asli penduduk Indonesia tetap eksis di tengah agama-agama yang datang dari luar.



c. Iklim dan Topografi.


Kepulauan nusantara membentang dari barat berbatasan langsung dengan semenanjung benua Asia yang membawa angin basah hingga timur yang berbatasan langsung dengan benua Australia yang membawa angin kering. 

Selain itu, ada pulau-pulau yang besar di nusantara ini, Kalimantan, Sumatera, Papu, Jawa dan Sulawesi yang memiliki kondisi alam  yang beragam, mulai dari lautan hingga pegunungan. Ada perbedaan topografi yang mencolok antara dataran rendah dengan dataran tinggi. 

Perbedaan iklim dan topografi ini turut mempengaruhi kemajemukan masyarakat Indonesia, terutama yang terkait dengan jenis pekerjaan atau profesi. Misalnya, Indonesia bagian Barat yang beriklim basah mengembangkan pola pertanian lahan basah, Indonesia bagian timur yang beriklim kering mengembangkan pola peternakan. Masyarakat dataran tinggi mengembangkan pola perkebunan dan masyarakat pesisir umumnya menjadi nelayan.



d. Proses Pembangunan


Proses pembangunan yang lebih difokuskan di Indonesia bagian barat menyebabkan ketertinggalan di wilayah Indonesia bagian timur.Ada daerah yang sangat maju tetapi ada pula daerah yang sangat tertinggal.

Demikian pula pembangunan yang lebih difokuskan pada sector ekonomi sejak zaman Orde Baru juga turut menciptakan kemajemukan masyarakat Indonesia terutama dalam sector stratifikasi sosial. Ada orang Indonesia yang sangat kaya, namun ada pula orang Indonesia yang masih hidup dalam kondisi kemiskinan yang ekstrim. 


 

Dampak Kemajemukan  Masyarakat Indonesia


Secara jelas masyarakat Indonesia sangat multikultur atau sangat majemuk. Dalam kehidupan sehari-hari kemajemukan itu membawa beberapa dampak, di antaranya:


a. Primordialisme 

Primordialisme adalah paham yang mengatakan bahwa identitas seseorang  melekat pada dirinya sejak lahir. Teori ini juga mengemukakan bahwa identitas etnis atau budaya seseorang sangat kuat dan sulit berubah seiring waktu.

Menurut pandangan primordialisme, faktor-faktor seperti bahasa, agama, dan keturunan merupakan faktor-faktor utama yang membentuk identitas etnis atau budaya seseorang. Identitas ini dianggap sebagai sesuatu yang sangat bawaan dan melekat pada diri seseorang, sehingga sulit untuk diubah atau dihapuskan.

Sementara itu, pandangan yang mengkritik primordialisme mengemukakan bahwa identitas etnis atau budaya seseorang sebenarnya merupakan produk dari sejarah dan konteks sosial-politik tertentu. Faktor-faktor seperti kekuasaan, struktur sosial, dan pandangan masyarakat terhadap identitas etnis juga turut mempengaruhi pembentukan identitas etnis atau budaya seseorang.

Dalam hubungan sosial,  primordialisme sering dikaitkan dengan eksklusivitas dan konflik antar kelompok etnis atau budaya. Beberapa teori sosial juga mengemukakan bahwa pandangan primordialisme sering digunakan oleh kelompok yang berkuasa untuk mempertahankan kekuasaan dan membangun hegemoni atas kelompok-kelompok minoritas. Juga sering digunakan oleh individu atau kelompok untuk meraih kekuasaan lewat sentimen perbedaan dan  kesamaan identitas.


b. Etnosentrisme


Etnosentrisme adalah sebuah pandangan atau sikap yang menganggap kelompok etnis atau budaya sendiri sebagai pusat dari segala-galanya.Dalam etnosentrisme, kelompok etnis atau budaya sendiri dianggap sebagai yang paling baik atau superior, sedangkan kelompok etnis atau budaya lain dianggap sebagai yang kurang baik atau inferior.

Pandangan etnosentris seringkali muncul karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan mengenai kelompok etnis atau budaya lain. Seseorang yang memiliki pandangan etnosentris cenderung menilai dan mengukur kelompok etnis atau budaya lain berdasarkan standar dan nilai-nilai kelompok mereka sendiri, dan mengabaikan perbedaan serta konteks sosial-politik yang mempengaruhi kelompok etnis atau budaya tersebut.

Etnosentrisme dapat menyebabkan konflik antara kelompok etnis atau budaya yang berbeda, dan dapat memperkuat stereotip negatif terhadap kelompok etnis atau budaya lain.


c. Isu Mayoritas – Minoritas


Isu mayoritas-minoritas adalah isu yang terkait dengan hubungan antara kelompok mayoritas dan minoritas di dalam masyarakat. Kelompok mayoritas adalah kelompok yang jumlahnya lebih besar dan memiliki kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang lebih besar dalam masyarakat, sementara kelompok minoritas adalah kelompok yang jumlahnya lebih kecil dan memiliki kekuatan yang lebih kecil dalam masyarakat.

Isu mayoritas-minoritas seringkali terkait dengan isu keadilan sosial dan hak asasi manusia, karena kelompok minoritas seringkali mengalami diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil dari kelompok mayoritas. Diskriminasi ini dapat terjadi dalam perbedaan akses terhadap pendidikan, pekerjaan, ekspresi keagamaan, layanan kesehatan, serta penindasan dan kekerasan yang diarahkan kepada kelompok minoritas.

Kehidupan masyarakat majemuk memerlukan adanya pengakuan dan penghormatan terhadap keberagaman budaya, agama, dan etnis, serta upaya untuk membangun harmoni dan kesetaraan di antara kelompok-kelompok tersebut.

Untuk mengatasi isu mayoritas-minoritas, diperlukan upaya-upaya untuk membangun kesadaran dan penghargaan terhadap perbedaan dan keberagaman, serta untuk mempromosikan inklusivitas dan keadilan dalam masyarakat. Upaya-upaya ini dapat dilakukan melalui pendidikan, dialog antar kelompok, serta upaya-upaya untuk membangun kebijakan publik yang inklusif dan progresif.


d. Politik Aliran

Logo Komisi Pemilihan Umum Indonesia dengan beberapa logo partai politik kontestan Pemilihan Umum 2024
Partai Politik bisa menjadi saluran resmi Politik Aliran dalam masyarakat majemuk
image: DOK SINDOnews


Politik aliran adalah sebuah bentuk politik praktis  yang didasarkan pada aliran atau kelompok tertentu yang memiliki visi, ideologi, atau agenda politik yang spesifik. Kelompok aliran ini biasanya memiliki basis pendukung yang kuat dan seringkali berusaha mempengaruhi kebijakan publik melalui berbagai cara, seperti aksi demonstrasi, penggalangan suara, dan aktivitas politik lainnya.

Di satu sisi, politik aliran memiliki sisi positif, yaitu menjadi saluran aspirasi yang resmi dan demokratis. Dalam politik aliran, kelompok aliran biasanya mengorganisir diri secara formal atau informal, dan berupaya untuk mempengaruhi proses politik dengan cara mengorganisir dukungan dan pengaruh politik. Kelompok aliran ini dapat bersifat konservatif atau progresif, dan seringkali memperjuangkan tujuan dan nilai-nilai politik kelompok. 

Namun, di sisi lain, politik aliran juga memiliki resiko. Kekuatan kelompok aliran dapat menjadi ancaman bagi stabilitas politik dan sosial, karena dapat memicu polarisasi, konflik yang berpotensi mengarah pada kekerasan sektarian. Selain itu, kelompok aliran juga seringkali cenderung memperkuat pandangan sempit dan stereotipe serta  mempersulit proses kompromi dan kerjasama politik.


Oleh karena itu, dalam konteks demokrasi yang sehat, politik aliran sebaiknya dibatasi oleh aturan-aturan demokratis, seperti transparansi, akuntabilitas, dan toleransi terhadap perbedaan pendapat. Hal ini dapat membantu meminimalkan risiko konflik dan membangun kerjasama politik yang lebih inklusif dan terbuka.


e. Konflik Sosial


Konflik dalam masyarakat majemuk adalah suatu bentuk konflik sosial yang terjadi akibat perbedaan budaya, agama, ras, dan etnis dalam masyarakat tersebut. Konflik ini sering terjadi ketika kelompok-kelompok tertentu berjuang untuk mempertahankan atau memperjuangkan kepentingan, hak, dan nilai-nilai yang dianggap penting bagi kelompoknya.

Konflik dalam masyarakat majemuk dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti bentrokan fisik, diskriminasi serta pembatasan hak-hak sosial dan politik. Konflik juga dapat memperdalam ketidakpercayaan antar kelompok serta memperlemah stabilitas sosial dan politik yang bisa menimbulkan disintegrasi masyarakat. 

Namun, dalam masyarakat majemuk konflik juga  berdampak positif. Konflik sosiall mampu memperkuat kesadaran dan pengakuan terhadap perbedaan budaya, agama, ras, dan etnis di antara kelompok-kelompok, serta memperkuat semangat untuk membangun kesetaraan dan keadilan di antara kelompok-kelompok tersebut.

Demkianlah realitas kemajemukan struktur sosial masyarakat Indonesia. Kemajemukan itu disebabkan oleh banyak faktor dan menampakan dirinya dalam banyak bentuk, baik yang bersifat positif maupun negatif. Kemajemukan sosial masyarakat Indonesia adalah sebuah aset tetapi juga mengandung potensi bahaya.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url