Komodo Dragon, si Buaya Darat Komodo

Varanus Komodoensis atau Komodo Dragon

Tanggal 11 November 2011, masyarakat dunia atas prakarsa dari lembaga New7Wonders of Nature memilih Taman Nasional Komodo sebagai salah satu dari tujuh keajaiban alam dunia yang baru.

Ada alasan yang pasti diketahui oleh penduduk dunia tentang Taman Nasional Komodo, terutama fauna atau hewan yang hidup di dalamnya. Dunia memilih Taman Nasional Komodo karena keberadaan Varanus Komodoensis yang sering disebut sebagai the Last Dragon atau the Living Fossil.


a. Komodo Sebagai the Last Dragon

Julukan "The Last Dragon" atau Naga Terakhir untuk komodo dragon merujuk pada fakta bahwa spesies ini dianggap sebagai hewan purba yang merupakan salah satu dari sedikit spesies kadal besar yang masih hidup hingga saat ini.

Komodo dragon juga diyakini memiliki kemiripan dengan naga dalam mitologi dan legenda, seperti ukuran tubuhnya yang besar dan kemampuan untuk mematikan mangsanya dengan mudah.

Selain itu, populasi komodo dragon juga terbatas pada beberapa pulau kecil di Indonesia. Di alam liar, komodo dragon yang juga dijuluki the last surviving dinosaur karena binatang seangkatan dinosaurus ini masih ditemukan hidup di Pulau Komodo, Pulau Rinca, Gili Motang, Gili Dasami dan di beberapa tempat di daratan Pulau Flores.

Sebagai hewan purba, populasi komodo dragon semakin terancam karena hilangnya habitat alami dan perburuan liar. Oleh karena itu, beberapa orang menganggap bahwa komodo dragon mungkin menjadi spesies

Selanjutnya, beberapa ekspedisi melakukan penangkapan Komodo, entah untuk diambil kulitnya atau dibawa hidup-hidup. Sebagian untuk kepentingan pengetahuan, sebagian tentu saja sekadar untuk memuaskan rasa penasaran. Maraknya penangkapan tersebut menimbulkan kekhawatiran atas berkurangnya populasi Komodo. Menanggapi kekhawatiran tersebut, Pemerintah Swapraja Bima berinisiatif melindungi Komodo lewat satu Undang-Undang Perlindungan Komodo tanggal 12 Maret 1815. Namun, rupa-rupanya peraturan itu kurang efektif karena hanya diberlakukan untuk masyarakat biasa yang menjadi penduduk kesultanan Bima sehingga penangkapan Komodo masih tetap saja marak.

Untuk mempersempit ruang kekebasan penangkapan Komodo, pemerintah Swapraja Manggarai pada tahun 1926 juga mengeluarkan peraturan serupa. Tahun 1930, Residen Flores juga memberlakukan peraturan yang sama. Dan, akhirnya tahun 1931 Pemerintahan Hindia Belanda memasukkan Komodo sebagai satwa yang mutlak dilindungi lewat Undang-Undang Perlindungan Binatang Liar. besar terakhir yang masih hidup di bumi ini.


b. Komodo Sebagai the Living Fossil


Komodo dragon sering disebut "the living fossil" (fosil hidup) karena spesies ini diyakini telah bertahan hidup selama jutaan tahun. Binatang ini memiliki karakteristik yang mirip dengan kadal purba dari zaman dahulu. Komodo dragon diyakini telah ada di bumi selama sekitar 4 juta tahun dan "hanya" mengalami sedikit evolusi pada struktur tubuh dan perilaku dari waktu ke waktu.

Selain itu, penelitian genetika terbaru telah membuktikan bahwa komodo dragon memiliki gen yang terkait dengan kadal purba yang diperkirakan telah punah sekitar 40 juta tahun yang lalu.

Oleh karena itu, komodo dragon dianggap sebagai spesies "fosil hidup" karena kemampuannya untuk bertahan hidup selama jutaan tahun dan menjadi saksi sejarah evolusi kadal di planet ini.


c. Komodo Sebagai Hewan Purba Indonesia


Komodo dragon (Varanus komodoensis) adalah hewan purba yang hanya ditemukan di beberapa pulau kecil di Indonesia, termasuk Pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang. Walaupun para panteolog berkeyakinan bahwa benua Australia adalah adalah rumah asli buaya darat ini, faktanya saat ini, hewan paling tua dan langka itu hanya ditemukan di kawasan Nusa Tenggara Timur - Indonesia sehingga komodo dragon adalah hewan purba Indonesia sendiri.

Komodo dragon adalah spesies kadal terbesar di dunia, dengan panjang tubuh rata-rata antara 2-3 meter dan berat sekitar 70-90 kg.

Secara ilmiah, Komodo dragon termasuk dalam ordo Squamata, famili Varanidae, dan genus Varanus. Komodo dragon merupakan satu-satunya spesies yang termasuk dalam genus Varanus yang ukurannya sangat besar.



Fakta Tentang Kadal Raksasa Komodo

Keberadaan Biawak Komodo sebagai hewan purba tentu saja menciptakan rasa penasaran. Bagaimana mungkin hewan itu tetap eksis selama jutaan tahun sementara "saudara-saudara seangkatannya" telah hilang lenyap. Sebagian masih bisa ditemukan sisa-sisa tubuhnya dalam bentuk fosil, tetapi banyak pula yang telah hilang tanpa bekas.

Berikut adalah beberapa fakta tentang komodo dragon (Varanus komodoensis):

  1. Ukuran: Komodo dragon adalah spesies kadal terbesar di dunia, dengan panjang tubuh rata-rata antara 2-3 meter dan berat sekitar 70-90 kg.
  2. Habitat: Spesies ini hanya ditemukan di beberapa pulau kecil di Indonesia, termasuk Pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Padar.
  3. Makanan: Komodo dragon adalah karnivora dan memangsa berbagai hewan, termasuk kadal, burung, mamalia, dan bangkai. Komodo dragon juga dikenal sebagai hewan pemakan bangkai terbesar di dunia.
  4. Toksin: Air liur komodo dragon mengandung bakteri yang dapat mematikan dan menjadikan buruannya lemah dalam waktu singkat. Komodo dragon juga memiliki kelenjar di bawah rahang yang menghasilkan racun yang dapat mengakibatkan kematian pada mangsa dalam beberapa jam.
  5. Perilaku: Komodo dragon dikenal sebagai hewan yang pemalu dan jarang menyerang manusia. Namun, ketika merasa terancam atau kelaparan, komodo dragon dapat menjadi agresif dan membahayakan manusia.
  6. Populasi: Komodo dragon dianggap sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan karena habitat alaminya yang semakin berkurang dan perburuan liar yang terjadi. Oleh karena itu, spesies ini dilindungi oleh pemerintah Indonesia dan juga terdaftar dalam Daftar Merah IUCN sebagai spesies rentan.


Sejarah Penemuan Komodo Dragon

a. Penduduk Lokal dan Local Wisdom


Bagi manusia di luar Pulau Komodo, the Living Fossil - Komodo Dragon adalah binatang purba yang asing dan baru dikenal pada akhir abar ke-20 atau sekitar 100 tahun yang lalu.

Tetapi tidak demikian halnya orang-orang Komodo. Bagi mereka, kadal raksasa Komodo adalah "saudara". Berdasarkan local wisdomya, penduduk Pulau Komodo berbagi wilayah dengan hewan langka itu. Mereka tidak memperlakukan si buaya darat itu sebagai musuh sehingga harus dibinasakan. Mereka tahu binatang itu liar tetapi tidak melenyapkannya.

Local wisdom inilah yang memastikan hewan purba paling langka itu tetap eksis dan akhirnya diketahui oleh dunia luar.

b. Penduduk Luar


Sejarahnya, tahun 1910, Kolonial Belanda mendengar kisah tentang adanya "buaya yang hidup di darat". Penasaran oleh kisah itu, armada kompeni dipimpin Letnan Steyn Van Hensbroek melakukan perjalanan ekspedisi untuk menemukan buaya darat tersebut.

Ternyata kisah buaya yang hidup di darat itu adalah fakta, bukan kisah fiktif atau legenda. Letnan Steyn Van Hensbroek mengambil sampel penemuan buaya dasat tersebut dan mengirimkannya ke Pusat Studi dan Penelitian Ilmiah Hindia Belanda di Bogor.

Setelah dilakukan penelitian atas sampel itu, tahun 1912, Peter A. Ouwens, Direktur Museum Zoologi Bogor mempublikasikan temuan itu kepada dunia lewat disertasinya. Ia memberi saran agar kadal raksasa itu dinamakan "Varanus Komodoensis".

Dinamakan demikian karena makhluk ini termasuk dalam jenis kadal dan ditemukan di Pulau Komodo yang terletak di sebelah barat Flores.

Tahun 1926 Douglas Burden, yang bekerja untuk The American Museum of Natural di New York, bersama E.R. Dunn, seorang herpetolog terkenal, berangkat ke Hindia Belanda.

Mereka hendak melakukan ekspedisi ke Pulau Komodo untuk meneliti binatang purba yang disebut-sebut sebagai tha Last Dragon itu. Selama beberapa waktu mereka "menyepi" di Komodo, salah satu pulau kecil di sebelah barat Pulau Flores, tempat pertama kali, enambelas ( 16 ) tahun sebelumnya - tepatnya tahun 1910, makhluk misterius itu ditemukan oleh dunia luar, yaitu armada kompeni Belanda pimpinan Letnan Steyn Van Hensbroek.

Selama dua ( 2 ) bulan Burden dan Dunn berinteraksi langsung dengan hewan purba Komodo Dragon dan mempelajari binatang langka itu dari dekat dan juga jenis fauna lainnya. Ketika kembali ke Amerika Serikat, mereka membawa pula materi-materi yang terkait dengan hewan itu, yaitu 12 spesimen yang diawetkan dan 2 ekor komodo hidup.

Hasil penelitian atas Komodo Dragon dari Pulau Komodo itu, kemudian dipublikasikan dalam buku berjudul "Dragon Lizards of Komodo: An Expedition to the Lost World of the Dutch East Indies" pada tahun 1927.


c. Komodo Dragon yang Pernah Nyaris Punah

Selanjutnya, beberapa ekspedisi melakukan penangkapan Komodo, entah untuk diambil kulitnya atau dibawa hidup-hidup. Sebagian untuk kepentingan pengetahuan, sebagian tentu saja sekadar untuk memuaskan rasa penasaran.

Maraknya penangkapan terhadap binatang purba itu menimbulkan kekhawatiran atas berkurangnya populasi Komodo di alam liar. Menanggapi kekhawatiran tersebut, Pemerintah Swapraja Bima berinisiatif melindungi Komodo lewat satu Undang-Undang Perlindungan Komodo tanggal 12 Maret 1815.

Namun, tampaknya peraturan itu kurang efektif karena hanya diberlakukan untuk masyarakat biasa yang menjadi penduduk kesultanan Bima sehingga penangkapan Komodo masih tetap saja marak.

Untuk mempersempit ruang kekebasan penangkapan Komodo, pemerintah Swapraja Manggarai pada tahun 1926 juga mengeluarkan peraturan serupa. Tahun 1930, Residen Flores juga memberlakukan peraturan yang sama. Dan, akhirnya tahun 1931 Pemerintahan Hindia Belanda memasukkan Komodo sebagai satwa yang mutlak dilindungi lewat Undang-Undang Perlindungan Binatang Liar.



Upaya Memperkenalkan Komodo


W. Douglas Burden (left) with F. J. Defosse di Komodo, 1926

Publikasi Komodo Dragon oleh Peter A. Ouwens kurang bergaung secara internasional. Komodo baru semakin dikenal oleh dunia internasional berkat jasa Douglas Burden.

Rupanya, buku W. Douglas Burden, "Dragon Lizards of Komodo: An Expedition to the Lost World of the Dutch East Indies" (1927), menarik perhatian dunia internasional.

Buku itu sekaligus memberikan inspirasi bagi terbitnya film King Kong tahun 1933. Selain memberi inspirasi atas di-release-nya film King Kong yang terkenal itu, ekspedisi Burden juga menghasilkan banyak publikasi selanjutnya.





Namun ekspedisi-ekspedisi selanjutnya terhenti semasa Perang Dunia II dan baru dilanjutkan tahun 1950-an sampai 1960-an. Sebuah ekspedisi baru pasca ekspedisi Burden dirancang untuk meneliti Komodo secara lebih luas dan mendalam. Ekspedisi ini jatuh ke tangan keluarga Auffenberg, yang menetap selama 11 bulan di Pulau Komodo pada tahun 1969. Team ini berhasil menangkap dan menandai lebih dari 50 ekor Komodo. Hasil ekspedisi ini ternyata sangat berpengaruh terhadap meningkatnya penangkaran Komodo.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url