VARANUS / KOMODO DRAGON - SISA DINOSAURUS DI FLORES - bagian kedua


Rahasia Kelanggengan Komodo – Pembunuh yang Efektif


Belum ada penelitian yang mendalam tentang  kemampuan adapatasi kadal / varanus itu yang membuatnya mampu bertahan hingga kini. Secara teoretis, eksistensi Komodo bertahan karena beberapa faktor pendukung baik faktor internal maupun eksternal.

Secara  internal, ketahanan Komodo disebabkan oleh  beberapa faktor, di antaranya; pertama, Komodo dapat berlari hingga 20 kilometer per jam pada jarak pendek, berenang sangat baik dan mampu menyelam sedalam 4,5 meter serta pandai memanjat pohon menggunakan cakarnya yang kuat. Cakarnya yang kuat merupakan senjata yang berharga dan sangat vital untuk bertahan hidup. Dengan bertambahnya umur, komodo lebih menggunakan cakarnya sebagai senjata, karena ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya memanjat pohon.

Komodo adalah pembunuh yang efektif. Dengan kamuflasenya, Komodo akan menunggu mangsa lengah. Selanjutnya cukup dengan satu gigitan ia mampu melumpuhkan mangsanya secara perlahan. Tanpa harus mengejar, Komodo akan membiarkan mangsanya menjauh dan mati pelan-pelan. Selanjutnya, dengan mudah ia dapat menemukan mangsanya  dengan menggunakan penciuman yang tajam hingga jarak hingga 9,5 kilometer.  

Kemudahan membunuh mangsa itu disebabkan karena Komodo memiliki bisa dan bakteri yang mematikan di air liurnya yang bercampur darah.

Secara umum, orang beranggapan bahwa kadal raksasa ini tidak memiliki bisa. Namun pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, menyimpulkan bahwa biawak Perentie (Varanus giganteus) dan biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari suku Agamidae, kemungkinan memiliki semacam bisa. Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di tangan manusia akibat gigitan biawak Varanus varius dan komodo, dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa: bengkak secara cepat dalam beberapa menit, gangguan lokal berupa  pembekuan darah, rasa sakit yang mencekam dengan beberapa gejala yang bertahan hingga beberapa jam kemudian.

Hasil penelitian itu juga diperkuat dengan diambilnya sebuah kelenjar yang berisi bisa yang berhasil diambil dari mulut seekor komodo di Kebun Binatang Singapura.

Selain bisa, efektivitas membunuh mangsa juga diakibatkan karena air liurnya. Air liur Komodo  memiliki bakteri mematikan di dalamnya; lebih dari 28 bakteri Gram-negatif dan 29 Gram-positif telah diisolasi dari air liur ini. Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septikemia pada korbannya. Jika gigitan komodo tidak langsung membunuh mangsa,  umumnya mangsa yang malang itu  akan mati dalam waktu 3 – 7 hari setelahnya.

Jenis bakteri yang paling mematikan di air liur Komodo agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida yang diketahui melalui percobaan dengan tikus laboratorium.

Walaupun secara umum  dikenal sebagai pemakan bangkai, penelitian menunjukkan bahwa Komodo juga berburu mangsa hidup dengan cara mengendap-endap diikuti dengan serangan tiba-tiba terhadap korbannya. Ketika mangsa itu tiba di dekat tempat persembunyiannya, Komodo  segera menyerangnya pada sisi bawah tubuh atau tenggorokan.  Selain itu, untuk menangkap mangsa di luar jangkauannya, hewan ini dapat berdiri dengan kaki belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai penunjang.

Reptil purba ini makan dengan cara mencabik potongan besar daging dan lalu menelannya bulat-bulat sementara tungkai depannya menahan tubuh mangsanya. Untuk mangsa berukuran kecil hingga sebesar kambing, biasanya dihabiskan sekali telan.

Proses menelan mangsa dimermudah dengan air liur yang kemerahan yang jumlahnya amat  banyak. Namun demikian, proses menelan mangsa tetaplah pekerjaan yang berat. Untuk seekor kambing dibutuhkan 15–20 menit proses penelanan. Kadang-kadang proses penelanan bangkai dipercepat dengan cara menekan bangkai mangsanya ke sebatang pohon agar cepat melewati kerongkongannya. Begitu kuatnya usaha itu kadang-kadang bisa menumbangkan pohon.

Namun demikian cara makan yang “mengerikan” ini tidak akan membahayakan Komodo. Hal ini terjadi karena dua hal. Pertama, untuk menghindari agar tak tercekik ketika menelan, komodo bernapas melalui sebuah saluran kecil di bawah lidah, yang berhubungan langsung dengan paru-parunya.

Kedua, rahangnya dapat dikembangkan dengan leluasa, tengkoraknya yang lentur, dan lambungnya yang dapat melar luar biasa memungkinkan komodo menyantap mangsa yang besar, hingga sebesar 80% bobot tubuhnya sendiri dalam satu kali makan.

Setelah makan, komodo berjalan menyeret tubuhnya yang kekenyangan mencari sinar matahari untuk berjemur dan mempercepat proses pencernaan. Hal itu perlu, karena kalau tidak, makanan itu dapat membusuk dalam perutnya dan meracuni tubuhnya sendiri. Dikarenakan metabolismenya yang lamban, komodo besar dapat bertahan dengan hanya makan 12 kali setahun atau kira-kira sekali sebulan.

Setelah daging mangsanya tercerna, komodo memuntahkan sisa-sisa tanduk, rambut dan gigi mangsanya, dalam gumpalan-gumpalan bercampur dengan lendir berbau busuk, gumpalan mana dikenal sebagai gastric pellet. Setelah itu komodo menyapukan wajahnya ke tanah atau ke semak-semak untuk membersihkan sisa-sisa lendir yang masih menempel, perilaku yang menimbulkan dugaan bahwa komodo, sebagaimana halnya manusia, tidak menyukai bau ludahnya sendiri.

Untuk melindungi diri dari suhu yang ekstrim, Komodo punya keahlian dalam membuat sarang. Dengan tungkai depan yang cakarnya kuat, hewan ini mampu menggali lubang sedalam 1-3 meter. Lubang itulah yang menjaganya dari teriknya siang hari dan dinginya malam hari. Rumah Komodo biasanya berada di daerah perbukitan dengan semilir angin laut sehingga sirkulasi udara terjamin serta agak bebas dari semak belukar. Tempat itu juga merupakan lokasi yang strategis untuk menyergap mangsanya.

Jelas, secara internal, Komodo adalah binatang yang efektif sehingga memungkinkan spesiesnya tetap survive hingga kini, di satu-satunya tempat di bumi ini, yaitu di Flores bagian barat.

Secara eksternal, rendahnya curah hujan dan kayanya sinar matahari adalah surga bagi Komodo. Selain itu, lingkungan alam yang kering dan berangin memberikan kenyamanan bagi Komodo. Secara umum, padang rumput kering dan terbuka, sabana dan hutan tropis dengan  ketinggian yang rendah itulah yang menjamin eksistensi hewan langka ini.


Reproduksi
Di alam liar, musim kawin Komodo, berlangsung antara bulan Mei dan Agustus. Menjelang musim kawin, para Komodo jantan akan melakukan pendekatan terhadap betina. Namun hanya pemenanglah yang berhak atas seekor betina. Untuk itu seekor komodo jantan akan bertempur komodo jantan lainnya untuk mendapatkan si betina sambil berdiri di atas kaki belakangnya. Komodo yang kalah akan terjatuh dan "terkunci" ke tanah. Ia harus meninggalkan area itu untuk si pemenang guna memikat si betina.

Pemenang pertarungan akan menjentikkan lidah panjangnya pada tubuh si betina untuk melihat penerimaan sang betina. Karena telah memasuki musim kawin, Komodo betina bersifat agresif dan melawan si jantan dengan menggigit dan mencakar sang “suami” selama awal fase berpasangan. Si jantan harus sepenuhnya mengendalikan betina selama bersetubuh agar tidak terluka. Perilaku lain yang diperlihatkan selama proses ini adalah jantan menggosokkan dagu mereka pada si betina, garukan keras di atas punggung dan menjilat. Persetubuhan  terjadi ketika jantan memasukan salah satu hemipenisnya ke kloaka betina.

Setelah 1-2 bulan kawin, komodo akan  bertelur. Komodo betina akan meletakkan telurnya di lubang tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki-jingga yang telah ditinggalkan. Komodo lebih suka menyimpan telur-telurnya di sarang yang telah ditinggalkan. Sebuah sarang komodo rata-rata berisi 20 telur yang akan menetas setelah 7–8 bulan. Namun telur-telur itu hanyak akan dierami si induk selama 3 bulan pertama. Telur itu akan  menetas  sekitar bulan April, pada akhir musim hujan ketika terdapat sangat banyak serangga.
Proses penetasan adalah usaha melelahkan untuk si anak komodo. Anak Komodo akan  keluar dari cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi telur yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur bayi-bayi harus langsung menyelamatkan diri dengan cara memanjat pohon untuk menghindar serangan predator, termasuk induknya sendiri yang siap menyantap hewan apa saja termasuk bayi-bayi komodo.

Komodo muda menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas pohon, suatu tempat yang  relatif aman dari predator, termasuk dari komodo dewasa yang kanibal. Komodo membutuhkan tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa, dan dapat hidup lebih dari 50 tahun.

Di samping proses reproduksi yang normal, terdapat beberapa contoh kasus komodo betina menghasilkan anak tanpa dibuahi pejantan (partenogenesis), fenomena yang juga diketahui muncul pada beberapa spesies reptil lainnya seperti pada Cnemidophorus.

Adaptasi reproduktif semacam ini memungkinkan seekor hewan betina dapat melanjutkan keturunannya dalam sebuah daerah yang terisolasi seperti halnya sebuah pulau yang kemudian akan menghasilkan keturunan jantan juga. Melalui perkawinan dengan anaknya itu di saat yang berikutnya hewan-hewan ini dapat membentuk populasi yang bereproduksi secara seksual, karena dapat menghasilkan keturunan jantan dan betina.


Komodo dan Manusia

Saudara jauh Komodo di Australia sudah punah seiring datangnya manusia modern ke benua itu 50 ribu tahun lalu. Tidak demikian halnya dengan kawasan Komodo. Walaupun belum bisa dipastikan, interaksi antara Varanus Komodo dengan manusia telah terjalin sejak lama. Orang-orang yang mendiami pulau Komodo memiliki kebijaksanaan dalam hubungan mereka dengan Komodo yang dalam bahasa setempat disebut Orah.

Ada mitos yang begitu hidup di kalangan orang-orang Komodo. Mereka sangat percaya kadal raksasa Komodo atau orah dalam bahasa setempat adalah saudara mereka. Hingga dewasa ini, walaupun ada berita simpang siur tentang manusia yang dibunuh dan dimangsa oleh kadal terkenal itu, masyarkat di Taman Nasional Komodo memandang dan memperlakukan kadal raksasa Komodo sebagai binatang terhormat. Mereka tidak berburu rusa atau binatang lainnya di Taman Nasional Komodo karena itu adalah bagian Orah saudara kembar mereka.

Makanya jangan kaget bila berwisata ke Taman Nasional Komodo, Anda akan menemukan kadal-kadal raksasa itu bermalas-malasan di bawah rumah panggung yang dibangun di sana. Anda tidak perlu takut dan juga jangan menganggap bahwa binatang itu jinak dan ramah menyambut kedatangan Anda.

Komodo yang nampak jinak dan malas sekalipun dapat berperilaku agresif secara tak terduga, khususnya apabila teritorinya dilanggar oleh seseorang yang tak dikenalnya. Komodo sangat sensitif dengan gerakan. Satu gerakan saja bisa membuat seekor Komodo mengambil tindakan terhadap sumber gerakan itu.

Oleh karena itu, ketika melakukan perjalanan “mengunjungi” Komodo, anda harus ditemani oleh tour leader Komodo berpengalaman. Taatilah aturan yang dibuat sehingga selama tour Anda benar-benar memasuki Komodo Jurasic Park yang sebenarnya dan bukan mimpi buruk yang akan dibawa pulang.

Sumber Pustaka:
Dari berbagai sumber

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url