Eksklusi Sosial, bentuk penyingkiran individu dan kelompok dalam sebuah Masyarakat

Salah satu fenomena sosial yang ditemukan dalam masyarakat dengan keberagaman kelompok sosial yang tinggi adalah eklusi sosial. Karena itu, dalam srtikel ini Quguru akan mempresentasikan Eksklusi Sosial, bentuk penyingkiran individu dan kelompok dalam sebuah Masyarakat

marginalisasi merupakan masalah sosial dan menjadi skandal bagi wilayah yang sangat kaya seperti Papua.
Menemukan realitas marginalisasi pada sebuah wilayah yang sangat kaya adalah sebuah pemandangan yang menyesakkan. Apakah ini adalah bukti adanya eksklusi sosial?
foto: google.com





Pengertian Eksklusi Sosial


Secara etimologis, kata "eksklusi" berasal dari bahasa Latin "exclusio" yang berarti "pengusiran" atau "penyingkiran". Secara umum, eksklusi sosial merujuk pada proses atau tindakan mengeluarkan individu atau kelompok dari partisipasi, akses, atau keterlibatan dalam kehidupan sosial masyarakat.

Konsep eksklusi sosial sebagai istilah khusus dalam sosiologi tidak memiliki asal-usul yang jelas. Namun, pemikiran yang berkaitan dengan konsep eksklusi sosial telah ada sepanjang sejarah pemikiran sosial.

Salah satu kontributor awal dalam memahami eksklusi sosial adalah Emile Durkheim. Menurutnya, “penyingkiran sosial” terjadi ketika individu atau kelompok dikeluarkan dari struktur sosial yang ada atau dianggap tidak memenuhi norma-norma dan nilai-nilai masyarakat. Eksklusi sosial ini dapat mengakibatkan keretakan dalam kohesi sosial dan meningkatkan risiko anomie (krisis nilai-nilai sosial) dalam masyarakat.

Istilah "eksklusi sosial" yang lebih modern mulai diperkenalkan dan dikembangkan pada abad ke-20. Robert Castel, sosiolog Prancis memainkan peran penting dalam mengembangkan konsep eksklusi sosial lewat karyanya (1995) "Les métamorphoses de la question sociale" (The Metamorphoses of the Social Question). Castel mengaitkan eksklusi sosial dengan proses destrukturisasi sosial dan ketidakstabilan pekerjaan. Menurut Castel, eksklusi sosial terjadi ketika individu atau kelompok kehilangan ikatan sosial dan akses ke institusi-institusi sosial yang penting, seperti pekerjaan, perumahan, atau layanan publik. Eksklusi sosial dianggap sebagai bentuk marginalisasi dan penurunan status sosial.

Dalam beberapa dekade terakhir, konsep eksklusi sosial terus dikembangkan dan digunakan oleh banyak ahli sosiologi dan ilmu sosial lainnya untuk memahami ketimpangan sosial, marginalisasi, dan ketidaksetaraan dalam masyarakat.

Eksklusi sosial dapat dilihat sebagai suatu bentuk penyingkiran individu atau kelompok dari kehidupan sosial, yang dapat mengakibatkan konsekuensi negatif bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan. Eksklusi sosial dapat menciptakan ketimpangan, ketidakadilan, dan ketegangan dalam struktur sosial, serta menghasilkan isolasi, stigmatisasi, dan ketidaksetaraan kesempatan bagi individu yang terkena dampaknya.



Realitas Eksklusi Sosial


Bernard Lahire, adalah seorang sosiolog Prancis dikenal mengkaji fenomena eksklusi sosial dalam masyarakat kontemporer. Menurutnya, eksklusi sosial adalah suatu proses di mana individu atau kelompok dikeluarkan atau diabaikan oleh masyarakat atau kelompok lainnya, sehingga mereka dihadapkan pada keterbatasan akses terhadap sumber daya, kesempatan, dan partisipasi dalam kehidupan sosial.

Lahire menegaskan bahwa eksklusi sosial melibatkan hampir semua sektor kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Eksklusi sosial dapat terjadi dalam berbagai dimensi kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan partisipasi politik.

Ia juga menegaskan bahwa eksklusi sosial tidak hanya terkait dengan dikeluarkannya individu atau kelompok dari masyarakat, tetapi juga melibatkan proses pembentukan dan pemeliharaan batas-batas sosial bagi mereka yang dikeluarkan. Prosesnya bisa berbentuk praktik-praktik diskriminasi, stereotipe, atau stigmatisasi yang dilakukan oleh kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas atau kelompok yang dianggap berbeda.

Lahire juga mengamati bahwa eksklusi sosial sering kali berdampak jangka panjang terhadap individu atau kelompok yang mengalaminya. Mereka mungkin menghadapi pembatasan dalam mencapai kesejahteraan sosial, mobilitas sosial, atau pengakuan sosial. Eksklusi sosial juga dapat menghasilkan ketidaksetaraan dan ketimpangan dalam masyarakat.



Faktor Pemicu Ekslusi Sosial


Pengelompokan sosial masyarakat modern dikemukakan oleh Zygmunt Bauman. Ahli sosiologi kontemporer ini mengemukakan konsep "modernitas cair" atau "modernitas liquida". Bauman menggambarkan masyarakat modern sebagai masyarakat yang cenderung melihat hubungan sosial dan ikatan komunitas sebagai sesuatu yang sementara, tidak stabil, dan mudah berubah.

Bauman berpendapat bahwa dalam masyarakat modern yang cair, pengelompokan sosial cenderung lebih selektif dan berbasis pada pertimbangan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Hal ini dapat menghasilkan eksklusi sosial terhadap kelompok-kelompok yang dianggap berbeda atau tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang dipegang oleh kelompok mayoritas.

Misalnya, kelompok etnis minoritas, kelompok sosial ekonomi rendah, atau kelompok yang memiliki orientasi seksual yang berbeda sering kali menghadapi eksklusi sosial dalam bentuk diskriminasi, segregasi, atau stereotipe negatif. Pengelompokan sosial yang kuat dan pemisahan antar kelompok dapat memperkuat batas-batas sosial dan menghambat integrasi sosial.

Bauman juga menyoroti adanya "peningkatan individualisasi" dalam masyarakat modern, di mana individu cenderung lebih fokus pada kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama. Ini dapat memperkuat kecenderungan eksklusi sosial, karena individu cenderung memprioritaskan kelompok yang mereka identifikasi dan terafiliasi dengannya, dan mengabaikan atau mengisolasi kelompok lain.

Dalam pandangan Bauman, pengelompokan sosial dalam masyarakat modern yang cair dapat memicu eksklusi sosial sebagai konsekuensi dari selektivitas, pertimbangan kepentingan pribadi, dan peningkatan individualisasi. Hal ini menunjukkan bahwa dinamika pengelompokan sosial berperan penting dalam mendorong atau memperkuat kecenderungan eksklusi sosial dalam masyarakat.



Dampak Eksklusi Sosial

Eksklusi Sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat menimbukan banyak masalah sosial. Di bawah ini adalah beberapa masalah sosial yang ditimbulkan oleh eksklusi atau pengelompokan sosial:


1. Konflik Antar-Kelompok


Pengelompokan sosial sering kali menghasilkan ketimpangan kekuasaan, sumber daya, atau status sosial antara kelompok-kelompok yang berbeda. Fenomena itu dijelaskan Teori konflik Sosial oleh Karl Marx dan Max Weber. Marx mengemukakan bahwa konflik antara kelas sosial, yaitu kelas borjuis versus dan kelas proletariat yang diakibatkan oleh ketidakadilan dalam kepemilikan sumber daya ekonomi. Weber melihat konflik antara kelompok sosial yang berbeda berdasarkan perbedaan status sosial dan kekuasaan dalam masyarakat.



2. Stereotipe dan Prasangka


Pengelompokan sosial dapat menyebabkan stereotipe dan prasangka terhadap kelompok-kelompok tertentu. Stereotipe Teori identitas sosial, yang dikembangkan oleh Henri Tajfel dan John Turner, menjelaskan bahwa individu cenderung membentuk identitas sosial berdasarkan afiliasi kelompok mereka. Stereotipe dan prasangka muncul saat individu menggunakan identitas kelompok untuk membedakan kelompok lain dan merasa lebih superior dari kelompok lain.



3. Pertentangan Nilai dan Norma


Kelompok sosial yang berbeda sering kali memiliki nilai-nilai, norma, dan keyakinan yang berbeda. Teori fungsionalisme, yang dikembangkan oleh Emile Durkheim, menjelaskan bahwa norma dan nilai kelompok membentuk dasar solidaritas sosial dan integrasi dalam masyarakat. Ketika ada perbedaan nilai dan norma antara kelompok, konflik atau ketegangan sosial dapat muncul.



4. Pengabaian atau Marginalisasi Kelompok Tertentu


Pengelompokan sosial dapat menyebabkan pengabaian atau marginalisasi kelompok tertentu dalam masyarakat. Fenomena ini bisa dielaborasi dengan menggunakan Teori teori ketimpangan sosial, seperti teori ketimpangan ekonomi oleh Karl Marx dan teori ketimpangan struktural oleh Pierre Bourdieu yang menggarisbawahi ketidakadilan struktural dan ketimpangan dalam akses ke sumber daya dan kesempatan. Hal ini dapat menghasilkan pengabaian atau marginalisasi kelompok yang tidak atau kurang memiliki kekuasaan.



5. Fragmentasi Sosial


Pengelompokan sosial yang kuat dapat menghasilkan fragmentasi sosial, di mana masyarakat terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil yang saling terisolasi satu sama lain. Saling terisolasi di sini bukan dalam pengertian fisik tetapi lebih mengarah pada isolasi sosial di mana setiap individu dan kelompok menutup diri terhadap individu dan kelompok yang tidak seindentitas. 

Fragmentasi sosial juga dapat terungkap secara fisik di mana individu membatasi pergaulan sosial hanya dengan orang-orang yang seidentitas. Mungkin saja setiap kelompok secara geografis hidup secara terpisah dan membentuk komunitas yang bersifat nonkomplementer. 



Penutup


Eksklusi sosial adalah sebuah ironi dalam masyarakat modern. Di satu sisi, masyarakat kita menaruh perhatian yang sangat tinggi terhadap hak-hak asasi manusia dan hak-hak sipil lainnya. Tetapi di sisi lain, karena individualisme yang kuat, masyarakat kita bukan saja lebih memperhatikan diri dan kelompoknya, tetapi juga menyingkirkan kelompok lain untuk menambah "porsi" demi kepentingan diri dan kelompok sendiri. 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url